Rabu, 12 November 2025

 

Nama Lengkap         : M. ABDULLOH SALIM

Kategori Peserta      : Umum

 

TRANSFORMASI PAJAK DAERAH SIDOARJO MENUJU ERA DIGITAL: EFEKTIVITAS PENINGKATAN KESADARAN WAJIB PAJAK MELALUI APLIKASI

1.       Latar Belakang dan Urgensi Topik

Pajak Daerah adalah bagian penting dalam mendukung keuangan otonomi daerah, berperan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang sangat vital untuk terus menerus membangun infrastruktur dan layanan publik di tingkat daerah. Dalam konteks nasional, keberhasilan otonomi daerah sangat bergantung pada kemandirian fiskal yang ditopang oleh kinerja penerimaan pajak yang optimal. Kabupaten Sidoarjo, yang merupakan salah satu pendukung ekonomi Jawa Timur dengan laju pertumbuhan yang cepat, membutuhkan dukungan keuangan yang kuat dan stabil. Dalam situasi ini, pengelolaan pendapatan dari Pajak Daerah harus dilakukan dengan baik. Namun, upaya ini sering kali menghadapi tantangan, seperti kurangnya kesadaran dan kepatuhan dari wajib pajak, yang dipicu oleh prosedur yang rumit, waktu pembayaran yang lama, serta kurangnya transparansi informasi.

Secara tradisional, sistem perpajakan sering kali berjalan dengan cara manual, yang rentan terhadap kesalahan dan membuat hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak menjadi kurang efektif. Proses perpajakan yang rumit, mulai dari pendaftaran hingga pembayaran, menyebabkan beban kepatuhan yang tinggi.

Dalam era Revolusi Industri 4.0, transformasi digital bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Digitalisasi Pajak Daerah di Sidoarjo melalui pengembangan aplikasi berbasis teknologi diharapkan dapat menjadi solusi utama untuk mengurangi beban kepatuhan, meningkatkan efisiensi, serta mendorong kesadaran kolektif wajib pajak. Topik ini sangat penting karena keberhasilan digitalisasi tidak hanya dilihat dari peningkatan pendapatan, tetapi juga dari kemampuannya mengubah perilaku wajib pajak dan meningkatkan rasa memiliki terhadap pembangunan daerah.

2.       Tujuan Penulisan

Karya tulis ini bertujuan menyampaikan gagasan dan pendapat tentang pentingnya mengintegrasikan teknologi dalam sistem perpajakan daerah Kabupaten Sidoarjo. Tujuan khusus dari penulisan ini adalah menganalisis secara logis dan informatif sejauh mana aplikasi digital, seperti e-PBB dan sistem e-billing, dapat menjadi alat yang efektif untuk memperkuat kesadaran wajib pajak daerah di Sidoarjo. Esai ini juga memberikan rekomendasi strategis agar program digitalisasi pajak daerah dapat terus berjalan dengan baik dan berhasil.

3.         Ide dan Opini Utama secara Sistematis

A.   Model Digitalisasi sebagai Penyederhanaan Prosedur

Transformasi digital pajak daerah di Sidoarjo dilaksanakan melalui tiga pilar utama, yaitu E-Registration, E-Assessment, dan E-Payment. Penggunaan aplikasi modern seperti sistem E-PBB yang terhubung dengan data kependudukan dan pertanahan membantu menyederhanakan proses yang sebelumnya terasa rumit. Kemudahan ini memberikan manfaat yang penting, yaitu :

1.    Aksesibilitas dan Kemudahan: Aplikasi ini memungkinkan wajib pajak untuk mengecek, melaporkan, dan membayar kewajibannya kapan saja dan di mana saja, tanpa harus pergi ke kantor. Hal ini menghilangkan hambatan dari jarak dan waktu, sehingga wajib pajak bisa menghemat biaya dan waktu.

2.    Validitas Data: Dengan menggabungkan data secara digital, intervensi tangan manusia berkurang, sehingga kesalahan akibat manusia juga berkurang. Semua data pajak menjadi lebih valid dan terkini, sehingga masyarakat lebih percaya terhadap keakuratan tagihan yang diterima.

B.   Efektivitas Digitalisasi dalam Peningkatan Kesadaran Wajib Pajak

Efektivitas aplikasi digital dalam meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dapat dianalisis melalui tiga aspek perilaku berikut :

1.    Peningkatan Kepatuhan Melalui Notifikasi dan Akses Cepat (Aspek Disiplin) : Aplikasi digital memungkinkan pemerintah daerah untuk mengirimkan notifikasi pajak secara cepat dan real-time melalui SMS, email, atau sistem notifikasi dalam aplikasi. Keberadaan notifikasi otomatis membantu mengurangi kasus keterlambatan pembayaran akibat kelalaian atau lupa, sehingga secara perlahan menanamkan rasa disiplin dan kepatuhan pada Wajib Pajak. Dengan adanya fasilitas ini, Wajib Pajak merasa lebih dimudahkan untuk mematuhi kewajibannya, bukan dipaksa.

2.    Transparansi Informasi (Aspek Kepercayaan dan Akuntabilitas) : Kesadaran pajak sangat berkaitan dengan moral pajak. Wajib Pajak cenderung lebih termotivasi untuk membayar pajak jika mereka yakin bahwa dana yang mereka bayarkan dikelola secara baik dan transparan. Aplikasi digital, khususnya yang berbasis website atau dashboard informasi, harus menyediakan Dasbor Publik Interaktif yang menampilkan secara real-time alokasi dan realisasi penerimaan pajak daerah per sektor, seperti infrastruktur, pendidikan, atau kesehatan. Ketersediaan informasi ini menciptakan akuntabilitas fiskal yang tinggi, serta memberikan bukti nyata bahwa kontribusi Wajib Pajak secara langsung berkontribusi pada pembangunan daerah.

3.    Layanan Pengaduan Digital dan Responsif (Aspek Keadilan dan Pengukuran Kinerja): Aplikasi yang terintegrasi dengan fitur pusat bantuan digital memungkinkan Wajib Pajak mengajukan pertanyaan atau keluhan secara cepat. Setiap pengaduan harus mendapatkan respons yang terdokumentasi dan memiliki nomor tiket pengaduan yang dapat dilacak. Hal ini menjamin bahwa setiap keluhan diproses secara adil dan terukur, memperkuat persepsi keadilan serta mendorong Wajib Pajak untuk lebih kooperatif berdasarkan bukti bahwa sistem bekerja efektif.

C.   Tantangan dan Solusi Strategis di Sidoarjo

Meskipun digitalisasi menawarkan banyak peluang, Kabupaten Sidoarjo menghadapi tantangan utama berupa kesenjangan digital dan masalah keamanan data. Banyak Wajib Pajak, terutama kelompok usia tua dan di daerah pinggiran, masih kurang memahami teknologi. Solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

1.    Edukasi dan sosialisasi digital pajak oleh Pemerintah Daerah harus ditujukan pada kelompok rentan teknologi, bekerja sama dengan BUMDes, RT/RW, dan sekolah.

2.    Integrasi layanan hybrid: Pertahankan sentra layanan pembayaran fisik seperti PPOB, Bank Jatim, atau loket Drive Thru sebagai mekanisme sementara, sambil terus mendorong migrasi ke layanan digital.

3.    Jaminan keamanan data: Aplikasi harus dilengkapi dengan protokol keamanan terkini dan sertifikasi resmi untuk melindungi data pribadi Wajib Pajak dari ancaman kebocoran siber. Keamanan data ini sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan, yang merupakan fondasi dari akuntabilitas digital.

 

4.         Simpulan dan Ajakan

Transformasi pajak daerah Kabupaten Sidoarjo menuju era digital merupakan langkah progresif dan strategis. Efektivitas digitalisasi dalam meningkatkan kesadaran wajib pajak sangat terasa, di mana kemudahan akses, transparansi informasi, serta responsivitas layanan digital menjadi faktor utama yang mengubah beban ketaatan pajak menjadi kepraktisan ketaatan. Digitalisasi tidak hanya memperbaiki angka penerimaan, tetapi juga mereformasi hubungan antara pemerintah dan rakyat menjadi lebih interaktif dan berlandaskan kepercayaan. Keberhasilan transformasi ini membutuhkan komitmen yang berkelanjutan, tidak hanya dalam hal teknologi.

Kami mengajak Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo untuk tidak berhenti hanya pada peluncuran aplikasi, tetapi menjadikan digitalisasi sebagai jembatan empati dan akuntabilitas yang didukung oleh sosialisasi yang inklusif serta jaminan keamanan data yang ketat. Sementara itu, bagi wajib pajak Sidoarjo, mari kita pahami bahwa membayar pajak hari ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi merupakan aksi nyata gotong royong dan investasi masa depan. Setiap rupiah yang disetorkan melalui kemudahan digital adalah kontribusi langsung yang mengubah impian anak kita menjadi sekolah yang layak, kemacetan menjadi infrastruktur yang lancar, serta desa menjadi sentra ekonomi yang maju. Jadilah pahlawan pembangunan daerah, karena kesadaran pajak adalah denyut nadi Sidoarjo yang maju, mandiri, dan sejahtera.

 

Catatan Kaki atau Referensi :

1. Pengaruh Digitalisasi Pembayaran Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Studi Kasus pada UMKM di Surakarta), 2024.

2. Smith, John A. The Psychological Cost of Tax Compliance. Jurnal Perpajakan, 2022.

3. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Tahun 2023. (Digunakan sebagai data pendukung efisiensi)

4. Badan Pendapatan Daerah Sidoarjo. Panduan Aplikasi E-PBB Sidoarjo, 2024

 

Senin, 04 Januari 2021

ABSENSI

KELAS I B DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS IV, V DAN VI

SDN TROPODO 1

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1wFdxMMpRgmjIw2GXBzoepHrh0oDmaA3youxxvEQ8w3M/edit?usp=sharing


Senin, 09 November 2020

RESUME PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD MODUL 10 POTRET PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

 RESUME PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD

MODUL 10

POTRET PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

KB 1. POTRET PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

A.    SARANA PRASARANA DAN KETERJANGKAUAN WILAYAH

Kendala proses belajar mengajar yang selama ini ditemukan adalah kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang yang ada. Sarana prasarana pendidikan merupakan salah satu komponen yang menunjang keberhasilan atau ketercapaian tujuan pendidikan. Bagi yang mengajar di daerah geografis terpencil sarana prasarana kurang mendukung sehingga yang materi yang disampaikan adalah kenyataan yang ditemukan setiap hari. Bagi yang mengajar di daerah yang telah dilengkapi dengan sarana prasarana maka akan lebih mudah dan maju.

Yang menjadi sumber terbatasnya sarana dan prasarana bagi suatu sekolah, yaitu:

1.       Letak geografis yang jauh sehingga untuk menjangkaunya diperlukan waktu dan alat transportasi yang memadai,

2.       Kurangnya sinkron informasi antar instansi yang terkait,

3.       Sarana yang ada tidak mampu menampung banyaknya jumlah siswa,

4.       Kurangnya motivasi usia produktif untuk bersekolah karena kombinasi keterbatasan sarana, dukungan keluarga dan keramahan alam.

 

B.    METODE PEMBELAJARAN

Ada beberapa alasan banyak guru belum kompeten yaitu

1.     Guru belum menguasai bahan ketika belajar atau kuliah dan guru mengajarkan yang bukan bidangnya,

2.     Banyak guru yang dalam mengajar hanya menggunakan model yang sama, mereka kurang menguasai berbagai model pembelajaran yang sesuai perkembangan anak didik dan sesuai teori pendidikan yang baru.

C.    KETIDAKMERATAAN JUMLAH GURU

Perbandingan antara guru yang mengajar di daerah terpencil dengan guru yang mengajar di kota sangat jauh. Dari segi kuantitas, jumlah guru sebetulnya telah memadai, tetapi sisi pemerataan dan kualitasnya belum sesuai.

 

 

 

KB 2. PEMBAHARUAN PEMBELAJARAN YANG DITERAPKAN DI SEKOLAH DASAR

A.    PEBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pembelajaran Konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan anatara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan anatar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Konstektual adalah salah satu strategi pembelajaran yang berhubungan dengan :

1.     Fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan dan cita tumbuh.

2.     Fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan murid.

3.     Kelas sebagai fenomena sosial.

Pembelajaran Konstekstual melibatkan 7  komponen utama pembelajaran efektif yaitu :

1.     Konstruktivisme( constructivism)

2.     Bertanya (questioning)

3.     Menemukan (inquiry)

4.     Masyarakat belajar (learning community)

5.     Pemodelan (modeling)

6.     Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkandan menganalisis data, memecahkan masalah tertentu dengan baik secara individu maupun kelompok.

B.    PEMBELAJARAN PAKEM

PAKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang didefinisikan sebagai pembelajaran yang partisipatif, aktif,kreatif, efektif, dan menyenangkan. PAKEM berusaha memfasilitasi siswa agar lebih banyak mengalami belajarb bersama dengan berbagai karakter manusia sehingga siswa lebih siap terjun ke masyarakat.

PAKEM dalam perspektif guru adalah, guru aktif memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan mempertanyakan gagasan siswa. Kreatif mengembangkan kegiatan yang beragam, dan membuat alat bantu belajar sederhana.  Efektif, sehingga pembelajaran mencapai tujuan pembelajaran, dan menyenangkan ,yaitu anak tidak takut salah, tidak takut ditertawakan, dan tidak dianggap sepele.

PAKEM dalam perspektif siswa adalah siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan, kreatif, merancang / membuat sesuatu, dan menulis / mengarang, efektif, menguasai ketrampilan yang diperlukan, dan menyenangkan sehingga siswa berani mencoba / berbuat , berani bertanya, berani mengemukakan pendapat.

Dalam menata ruangan kelas, hendaknya dibuat menarik. Misalnya dengan memajang berbagai hasil karya siswa, berbagai sumber belajar yang dapat membuat suasana kelas menyenangkan, Aktivitas mental siswa merupakan hal yang lebih penting untuk dilatih dari pada aktivitas fisik,  Aktivitas semacam ini muncul jika suasana belajar berlangsung dengan nyaman, sehingga siswa bebas dari rasa takut ditertawakan, diabaikan, atau dimarahi oleh guru.

C.    PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KOLABORATIF

Model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok yang bersifat heterogen (kemampuan, suku dan budaya, serta jenis kelamin). Model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diajak untuk mencoba menyelami karakteristik kehidupan yang heterogen dengan berbagai macam perbedaan karakter yang ada.

Menurut Nur (http://www.duniaguru.com) semua model pembelajaran, termasuk kooperatif dan kolaboratif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan yang berbeda antara model pembelajaran. Tujuan model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat, dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

Model pembelajaran ini didasarkan pada teori konstruktivisme yang dikembangkan Vygotsky (sosial dan emosional) yang menyimpulkan bahwa siswa mengonstruksi pengetahuan atau menciptakan makna atas dasar pemikiran dan hasil interaksi dalam sustu konteks sosial. Pembelajaran yang dilaksanakan pada dasarnya merupakan aktivitas mengaktifkan, menyentuhkan, mempertautkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan membentuk pemahaman melalui penciptaan kegiatan, pembangkitan penghayatan, internalisasi, proses penemuan jawaban pertanyaan, dan rekonstruksi pemahaman melalui refleksi yang berlangsung secara dinamis, atas dasar keberagaman pemikiran sebagai wujud nyata perbedaan yang ada di antara para siswa.

Perhatikan ilustrasi berikut!

Ilustrasi:

Pak Gun adalah guru kelas 6 di sebuah SD di daerah yang mata pencaharian penduduknya adalah menyadap nira kelapa kemudian diproses menjadi gula jawa. Jumlah siswa kelas 6 yang diajar pak Gun berjumlah 25 siswa. Suatu ketika, dalam mata pelajaran IPS, Pak Gun mengajarkan materi sumber daya alam dan rangkaian kegiatan ekonomi. Aktivitas pembelajaran yang dipilih adalah dengan menugaskan secara kelompok, yang masing-masing terdiri atas 5 siswa, untuk mengidentifikasi siklus perekonomian yang menjadi mata rantai di desa mereka selama satu minggu. Dari 5 kelompok yang terbentuk, Pak Gun memberikan tugas yang berbeda. Kelompok 1-2 diberi tugas mendeskripsikan manfaat industri pengolahan gula jawa dalam menciptakan lapangan pekerjaan masyarakat. Kelompok 3-4 diberi tugas untuk mengevaluasi harga gula jawa di tingkat perorangan, tengkulak, dan harga pasaran. Sementara kelompok 5 diberi tugas untuk melihat risiko yang dihadapi penyadap ketika melakukan aktivitas keseharian di musim hujan. Dalam paparan tiap kelompok, masing-masing kelompok mengajukan argumen masing-masing ada yang pro dan ada yang kontra. Kelompok 3 menganggap bahwa tengkulak menjadi sumber malapetaka yang memainkan harga hula jawa, sedangkan kelompok 4 berpendapat bahwa tengkulak justru membantu memudahkan para warga menjual gula jawa hasil olahannya. Pak Gun memberikan ulasan yang sangat positif bahwa semua hasil pendeskripsian yang mereka sampaikan benar. Pak Gun justru senang dengan adanya perbedaan pendapat antara siswa. Pak Gun kemudian menyimpulkan bahwa terdapat sisi positif dan negatif adanya tengkulak bagi penyadap nira. Selain mendapatkan keuntungan yang kecilkarena sudah dililit sistem ijon, mereka tidak ada piliha lain karena memang itulah mata pencaharian yang layak untuk mereka dengan kondisi desa yang berbukit-bukit, tanah pertanian memang tidak bersahabat.

 

Terdapat lima langkah yang telah dilakukan Pak Gun dalam penerapan model pembelajaran kooperatif dan kolaboratif:

1.     Pembelajaran berbasis masalah, karena di awal pembelajaran siswa diminta mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu dam siswa diminta untuk mencatat permasalahan yang muncul, yaitu mata rantai kehidupan para penyadap nira kelapa. Dalam hal ini Pak Gun merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

2.     Pemanfaatan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, karena Pak Gun memberikan penugasan yang dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang dalam konteks kehidupan para penyadap nira kelapa di lingkungan tempat tinggal, yaitu bagaimana para masyarakat dihadapkan pada pilihan pekerjaan menjadi penyadap nira dan permasalahan yang menyertainya.

3.     Pemberian aktivitas kelompok, karena aktivitas belajar yang dilakukan oleh anak secara berkelompok selama satu minggu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Pak Gun dapat memperluas perspektif serta membangun interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Pak Gun membagi siswa menjadi 5 kelompok merupakan strategi yang tepat untuk mengefektifkan hasil yang diharapkan.

4.     Pembuatan aktivitas belajar mandiri, karena Pak Gun secara tidak langsung telah mengarahkan para siswa untuk mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Hal ini sesuai dengan pembelajaran kontekstual yaitu siswa harus mengidentifikasi masalah yang menjadi penugasan, menyediakan waktu yang cukup, menyusun refleksi, serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara manduru bersama kelompoknya (independent learning).

5.     Penerapan penilaian autentik, karena yang dilakukan Pak Gun di akhir pembelajaran sudah membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu sehingga dapat membantu siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari.

Hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembelajaran yang efektif, yaitu mempersiapkan dalam bentuk analisis masalah di lingkungan sekitar yang disesuaikan dengan silabus, kemudian mengidentifikasi kompetensi yang akan dicapai untuk memilih model pembelajaran yang tepat. Selain itu, guru harus memberikan penghargaan kepada siswa.

Diberdayakan oleh Blogger.