BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Suatu teori ilmu pengetahuan, dapat dipahami dengan melihat cara atau model pemikirannya. Dari sini paradigma berfungsi sebagai peta jalan
dan panduan dalam mengkaji suatu ilmu. Yang mana paradigma membahas tentang suatu pandangan yang mendasar tentang
apa yang menjadi pokok persoalan dari suatu cabang ilmu. Paradigma membantu
bagaimana merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja
yang harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh.
Dalam suatu masyarakat tertentu banyak masalah yang harus diselesaikan. Baik
masalah yang ringan atau masalah yang berat. Suatu masyarakat dalam menghadapi masalah tersebut,
biasanya menggunakan cara atau pola pikir tertentu. Ketika memandang suatu
fakta atau keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat dalam
memandang suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi.
Di dalam paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma
sosiologi dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai
acuan atau landasan dalam penelitian mengenai problem-problem sosial.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Thomas Khun?
2. Apakah pengertian dari paradigma sosiologi?
3. Bagaimanakah pembagian paradigma sosiologi?
4. Apa pengertian dari paradigma fakta
sosial, paradigma definisi sosial,
paradigma perilaku sosial ?
C.
Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami pengertian dari paradigma sosiologi, biografi dari Thomas Khun sebagai pencetus
Paradigma, dan pembagian paradigma sosiologi, diantaranya; paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, paradigma perilaku sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Thomas Khun
Thomas Samuel Kuhn, dia lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di
Cincinnati, Ohio, Amerika, putera dari Samuel L. Kuhn, ayahnya adalah seorang
Insinyur industry. Thomas Kuhn adalah seorang filosof ilmu pengetahuan, yang
pada mulanya ia adalah seorang mahasiswa yang kuliah pada bidang ilmu fisika
teoritik sebelum konsentrasi pada sejarah ilmu pengetahuan di Universitas
Hardvard.
Pada tahun 1954 Kuhn mendapat gelar Guggenheim Fellow. Pada
tahun 1956 ia menjadi Dosen di University of California, Barkeley. Kemudian pada
tahun 1961 ia menjadi Professor penuh dalam bidang sejarah ilmu, dan pada tahun
1964 mendapat gelar Professor dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu di Universitas
Princeton dalam bidang filsafat di MIT.
Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang
fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn
didiagnostik dengan kanker dari Bronchial Tubes. Dia meninggal pada
tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua
kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang
akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel Lecturer pada
tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih
banyak penghargaan lain.
B.
Pengertian Paradigma Sosiologi
Paradigma berasal dari bahasa Inggris paradigm yang berarti: model pola, contoh. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia paradigma diartikan sebagai kerangka berpikir, model teori ilmu
pengetahuan. Sedangkan dalam kamus ilmiah populer, pengertian paradigma adalah
sebagai contoh, tasrif, teladan, pedoman, dan dipakai untuk menunjukkan gugusan
sistem pemikiran bentuk kasus dan pola pemecahannya. Namun filsafat juga memiliki pengertian tersendiri
dalam mendefinisikan paradigm, diantaranya adalah :
1.
Sebagai cara dalam memandang sesuatu.
2.
Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model
ini fenomena dipandang dan dijelaskan.
3.
Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang
menentukan dan atau mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat
di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4.
Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk
memecahkan problem-problem riset.
Sedangkan kata sosiologi berasal dari
bahasa latin yaitu Socius yang berarti kawan, atau teman, dan Logos adalah ilmu
pengetahuan. Pengertian ini pertama kali dipublikasikan oleh August Comte dalam
bukunya yang berjudul “Cours De Philosophie Positive”. Pada intinya ilmu
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari keadaaan sosial masyarakat, seperti
perilaku masyarakat. Baik secara individu maupun kelompok.
Istilah
paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) seorang
fisikawan Amerika dalam bukunya The
Structure of Scientific Revolution
(1962). Tujuan Khun adalah untuk menantang anggapan umum yang berlaku mengenai
cara terjadinya perubahan ilmu.[1]
Kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology (1970). Menurut Khun paradigma adalah model/pola
pandang sebuah komunitas keilmuan mengenai dunia yang secara implisit
menyediakan ketentuan mendefinisikan problem dan metode yang sah dalam suatu
bidang penelitian dan jawaban atas berbagai problem yang harus dipecahkan.[2]
Masterman
meredusir dua puluh satu konsep paradigma yang telah dirumuskan oleh Khun
secara berbeda-beda menjadi tiga tipe. Tiga tipe tersebut adalah sebagai
berikut[3]
:
1.
Paradigma metafisik
Paradigma metafisik ini merupakan
konsesus yang terluas dalam suatu disiplin ilmu, yang memebantu membatasi
bidang (scope) dari suatu ilmu sehingga dengan demikian membantu mengarahkan
komunitas ilmuwan dalam melakukan penyelidikan.
2.
Paradigma sosiologi
Dalam edisi pertama
bukunya Khun mendiskusikan keanekaragaman fenomena yang tercakup dalam
pengertian seperti : kebiasaan – kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hokum
yang diterima, hasil – hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan serta
hasil-hasl penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum.
3.
Paradigma konstruk
Paradigm konstruk adalah konsep yang
paling sempit diantara ketiga tipe paradigma yang dikemukakan oleh Masterman. Dicontohkannya pembangunan reaktor
nuklir memainkan peranan sebagai paradigma dalam ilmu nuklir. Pembangunan
tempat pembangkit nuklir.
Kalangan ilmuwan bependapat bahwa perkembangan atau kemajauan
ilmu pengetahuan itu terjadi secara komulatif. Namun Khun berpendapat lain bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan bukanlah terjadi secara komulatif tetapi secara revolusi.
Menurutnya bahwa ilmu peengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh suatu
paradigma tertentu. Yakni suatu pandangan yang mendasar tentang apa
yang menjadi pokok persoalan dari suatu cabang ilmu. Apabila krisis muncul maka
revolusi akan terjadi dan paradigma yang baru akan membantu menyelesaikan persoalan yang
dihadapi oleh paradigma sebelumnya. Paradigma merupakan suatu pandangan fundamental
tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu
bagaimana merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja
yang harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh. Paradigma menggolongkan,
menetapkan dan emnghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrument yang ada
di dalamnya.[4]
Permasalahan
di dalam masyarakat banyak sekali yang perlu diselesaikan, dari masalah yang
ringan sampai masalah yang paling berat. Dalam menghadapi masalah tersebut,
masyarakat biasanya menggunakan cara atau pola pikir tertentu ketika memandang
suatu fakta atau keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat
dalam memandang suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma
sosiologi. Di dalam paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga
paradigma sosiologi dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan
sebagai acuan atau landasan dalam penelitian mengenai problem-problem sosial.
Seorang sosiolog yang bekerja dari paradigma
fungsionalis cenderung untuk berbagi tiga asumsi utama tentang sifat dunia
sosial.[5]
a) Dalam masyarakat tertentu, ada banyak
konsensus tentang apa nilai-nilai dan norma-norma yang penting. dalam
masyarakat tertentu, misalnya, mungkin ada konsensus bahwa pembunuhan buruk,
bahwa mendapatkan banyak kekayaan yang baik, dan sebagainya. Terlepas dari
sifat nilai-nilai dan norma-norma, perspektif fungsional berasumsi bahwa ada
besarbesaran konsensus umum tentang mereka dalam masyarakat.
b)
Masyarakat adalah suatu
entitas atau keseluruhan yang
terdiri dari banyak bagian yang terintegrasi. karena semua bagian-bagian yang terintegrasi, atau diikat, ketika
pada bagian dari perubahan masyarakat,
bagian lain akan berubah dalam menanggapi. misalnya, jika sistem ekonomi berubah, maka pendidikan dan
sistem keluarga akan berubah juga.
c) Masyarakat cenderung mencari stabilitas dan menghindari konflik. konflik tidak normal, tetapi
patologis.
Dalam paradigma
ada pula teori-teori
yang muncul
dari paradigma konflik yang
cenderung didasarkan pada asumsi, yang tampaknya berlawanan dengan teori-teori
yang tumbuh keluar dari paradigma fungsionalis.
1.
Dalam suatu masyarakat tertentu, ada kelompok dari orang-orang yang menghargai keyakinan yang
berbeda dan memiliki nilai-nilai dan tujuan yang saling bertentangan.
2.
Masyarakat terdiri dari sub-kelompok yang berada dalam persaingan kejam untuk sumber daya.
C.
Pembagian Paradigma Sosiologi
Thomas Samuel Kuhn mengemukakan bahwa paradigma ilmu itu
amat beragam. Keberagaman dan perbedaan juga terjadi antar komunitas atau
sub-komunitas dalam suatu cabang ilmu, khususnya dalam paradigma sosiologi.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut, adalah sebagi berikut
:
B. Perbedaan terjadi karena dari awal
pandangan filsafat yang mendasari pemikiran ilmuwan tentang apa yang semestinya
menjadi substansi dari cabang ilmu yang dipelajarinya berbeda-beda.
C. Karena sebagai konsekuensi logis dari
pandangan filsafat yang berbeda-beda itu maka teori-teori yang dibangun dan
dikembangkan oleh masing-masing komunitas ilmuwan juga berbeda,
D. Metode yang digunakan untuk memahami
substansi ilmu itu juga berbeda diantara komunitas ilmuwan.[7]
Perbedaan paradigma itu terjadi dalam keilmuan sosiologi, dan
pada dimensi obyek kajian. Dari perbedaan paradigma tersebut telah memiliki
obyek kajian, teori, metode dan analisa yang berbeda pula.
Dalam pengkajian teori-teori sosiologi, Roy Bhaskar (1989)
secara khusus mengelompokkan tiga jenis paradigma yang dominan dalam
memperjuangkan asumsi-asumsinya. Ketiga paradigm tersebut disusun berdasarkan
dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat. yang meliputi : paradigm Positivisme (Emile Durkheim), paradigma conventionalism
(Max Weber), dan paradigma realisme (Karl Max).[8] Namun George
Ritzer juga memetakan paradigma menjadi tiga dalam disiplin sosiologi. Ketiga
paradigma yang dominan dalam sosiologi menurut Ritzer adalah Paradigma
Fakta Sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Ketiga
paradigma tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a)
Paradigma Fakta Sosial
Sosiologi lahir sebagai ilmu baru, dan berupaya untuk
memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri. Namun
kehadirannya menjadi ancaman karena adanya pengaruh dari dua cabang ilmu yang
sudah berdiri, yaitu : filsafat dan psikologi. Menurut Durkheim, ada
orang-orang yang dominan pada saat itu yaitu, Comte dan Spencer. Pemikiran
mereka lebih bersifat filosofis dari pada sosiologis.Dari sini Durkheim mulai
mencoba meneliti dari pemikiran mereka untuk tetap mempertahankan bahwa
sosilogi adalah ilmu sosial yang dapat berdiri sendiri.[9]
Comte dan Spencer berpendapat bahwa dunia ide adalah pokok
bahasan dalam sosiologi. Namun berbeda dengan Durkheim, menurutnyabahwa dunia
ide bukanlah obyek riset dalam sosiologi. Karena dunia ide hanyalah sebagai
suatu konsepsi pikiran dan bukan sesuatu yang dapat dipandang. Pemikiran Comte
dan Spencer mengarah pada sosiologi adalah sebagai cabang filsafat. Untuk
memisahkan sosiologi dari pengaruh filsafat, Durkheim mencoba melakukan
penyelidikan dan membangun satu konsep yaitu fakta sosial.
Paradigma fakta sosial ini telah dikenalkan Durkheim didalam
karyanya yang berjudul The Rules of
Sociological Method (1895) dan Suicide
(1897). Menurutnya bahwa fakta sosial tidak dapat dipahami melalui kegiatan
spekulatif yang dilakukan dalam pemikiran manusia. Karena fakta sosial dapat
dinyatakan sebagai barang yang berbeda dengan ide. Untuk memahaminya
diperlukannya data yang riil diluar pemikiran manusia. Dalam hal ini Durkheim
membagi fakta sosial menjadi dua bagian yaitu :[10]
a. Fakta sosial material, merupakan sesuatu yang dapat
dipahami, dilihat, dan diobservasi atau diamati. fakta sosial material ini
adalah bagian dari yang ada di dunia nyata dan bukanlah imajinatif. Misalnya,
bentuk bangunan, normahukum dan peraturan.
b. Fakta sosial non-material, merupakan sesuatu yang dianggap
nyata(external). Pada intinya fakta sosial non material ini dapat dikatakan adalah
suatu ekspresi atau fenomena yang bersifat inter subjective yang terkandung
dalam diri manusia sendiri dan muncul dalam kesadaran manusia. Misalnya,
moralitas, kesadaran, egoisme, altruisme dan opini.
Pokok bahasan sosiologi menurut paradigma fakta sosial itu
terbagi menjadi 2 yaitu struktur sosial(social institution)dan pranata
sosial (social institution).Orang – orang yang menganut paradigma ini
tidak hanya memusatkan perhatiannya pada fenomena fakta sosial, tetapi juga
pada pengaruhnya terhadapa pikiran dan tindakan individu.
Secara
garis besar kajian fakta social terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat
tertentu, system sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan
dan sebagainya. Sedangkan teori yang tergabung dalam paradigma ini yaitu, teori
fungsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem, dan teori sosiologi
makro. Namun yang dominan dari teori ini yang biasa digunakan oleh para
penganut fakta sosial, yaitu teori fungsionalisme struktural, dan teori
konflik.[11]
b)
Paradigma Definisi Sosial
Paradigma ini dilatar belakangi oleh analisa Max Weber
tentang tindakan sosial (social action). Weber dan Durkheim mempunyai perbedaan
analisa. Menurut Durkheim, ia memisahkan struktur dan institusi sosial, namun
Weber memilik pemikiran lain, ia melihat ini menjadi satu kesatuan yang
membentuk tindakan manusia yang penuh arti atau makna.[12]
Secara definitif Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk
menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan social untuk
sampai kepada penjelasan kausal. Tindakan sosial merupakan tindakan individu
yang mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan kepada benda
mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkan dengan tindakan orang lain bukan
suatu tindakan sosial.
Dalam definisi
ini, terkandung dua konsep dasar. Pertama konsep tindakan sosial. Yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Menurut Weber, mempelajari perkembangan
pranata haruslah juga melihat tindakan manusia. Sebab tindakan manusia
merupakan bagian utama dari kehidupan sosial. Paradigma definisi sosial
didukung oleh beberapa teori seperti, teori aksi (Action theory), teori interaksionisme
simbolik (Simbolik Interaktionism), dan teori fenomenologi. Titik temu atau persamaan dari ketiga teori ini, terletak pada ide dasar. Yang mana pandangannya bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari
realitas sosialnya. Ada
pula kesamaan yang lain adalah realitas sosial merupakan alat yang statis
daripada paksaan fakta sosial. Maksudnya adalah tindakan manusia tidak
sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan, nilai dan sebagainya, yang
mana semua itu tercakup dalam konsep fakta sosial.
Paradigma definisi sosial ini cenderung menggunakan metode
observasi dalam meneliti. Ini karena untuk memahami realitas intrasubjective
dan intersubjective dari tindakan social dan interaksi sosial. Adapun teori
yang mendukung paradigma ini, diantaranya adalah teori tindakan, teori
interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dan eksistensialisme.[13]
c)
Paradigma Perilaku Sosial
Paradigma
ini yang terpenting adalah perilaku atau tingkah laku dan perulangan. Jadi
Paradigma perilaku social ini berbeda dengan dua konsep paradigma sebelumnya. Skinner
melihat paradigma fakta sosial dan definisi social sebagai perspektif yang
bersifat mistik, penuh teka-teki dan tidak diterangkan secara rasional. Menurutnya,
objek studi sosiologi yang konkrit –realistis itu adalah perilaku manusia yang nampak
serta kemungkinan perulangannya. Suatu obyek mistik justru menjauhkan sosiologi
dari obyek studi yang sebenarnya yaitu sesuatu yang bersifat konkrit dan
realistis. Skinner mengklaim bahwa obyek perilaku manusia adalah obyek studi
sosiologi yang konkrit dan realistis.Yang mana tingkah laku individu tersebut
secara langsung dapat menimbulkan perubahan atau akibat.[14]
Teori yang tergabung dalam paradigma ini ada dua,
diantaranya : teori sosiologi behavioralyang mana dibangun dalam rangka
menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Teori ini
memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkahlaku aktor.
Sedangkan yang kedua adalah teori pertukaran (exchange)yang
dilator belakangi oleh George Homan, ingin meyatukan prinsip psikologi
behavioral dengan sosiologi pada tingkat mikroskopik.Metode yang digunakan
dalam paradigma ini adalah eksperimen.
Secara garis besar paradigm perilaku social ini terdiri atas
:
1. Obyek sosial
2. Obyek non sosial
Paradigmaini memusatkan perhatian pada hubungan antar
individu dan hubungan individu dengan lingkungannya.Menurut paradigma ini,
tingkah laku seorang individu mempunyai hubungan dengan lingkungan yang
mempengaruhinya dalam bertingkah laku.Tingkah laku manusia atau individu di
sini lebih ditentukan oleh sesuatu diluar dirinya seperti norma-norma,
nilai-nilai atau struktur sosialnya.Jadi dalam hal ini individu kurang sekali
memiliki kebebasan.[15]
Paradigma ini dilatar belakangi oleh pemikiran seorang psikolog Amerika Burrhus
Frederic Skinner, lewat salah satu karyanya yaituBeyond Freedom And Dignity.
BAB III
KESIMPULAN
Paradigma merupakan suatu pandangan fundamental tentang
pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu bagaimana
merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja yang
harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk menginterprestasikan
jawaban yang diperoleh. Dalam menghadapi masalah, masyarakat biasanya
menggunakan cara atau pola pikir tertentu ketika memandang suatu fakta atau
keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat dalam memandang
suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi. Di dalam
paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma sosiologi
dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai acuan atau
landasan dalam penelitian mengenai problem-problem sosial.
Paradigma
dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Paradigma
fakta sosial, yang tidak
dapat dipahami melalui kegiatan spekulatif yang dilakukan dalam pemikiran
manusia. Karena fakta sosial dapat dinyatakan sebagai barang yang berbeda
dengan ide. Untuk memahaminya diperlukannya data yang riil diluar pemikiran
manusia.
2. Paradigma Definisi Sosial yang mana
paradigma ini mengandung dua konsep dasar. Pertama konsep tindakan social. Yang
kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Menurut Weber, mempelajari perkembangan
pranata haruslah juga melihat tindakan manusia. Sebab tindakan manusia
merupakan bagian utama dari kehidupan sosial
3. Paradigma Perilaku Sosial, adalah
aaradigma yang mengarah pada perilaku atau tingkah laku dan perulangan
seseorang.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz, Abdul, Esai
Esai Sosiologi Agama, Jakarta: Diva Pustaka, 2003
Ritzer, George, Teori Sosiologi Modern, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010
Salim, Agus, Teori
dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana : 2006.
Mcintyre,
Lisa J., Practical Skeptic : Core Concepts In Sociology, McGraw-Hill,
New York : 2006
Ritzer, George, Sosiologi, Ilmu Berparadigma Ganda,
Jakarta : CV. Rajawali, 1985.
[1]George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, Cetakan ke -4,
2010), A-11
[2]
Abdul Aziz, Esai Esai Sosiologi Agama, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 3
[3]George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Berparadigma Ganda,
( Jakarta : CV. Rajawali, 1985), 5
[4]George Ritzer, Teori
Sosiologi Modern, A-13
[5]
Lisa J. Mcintyre, Practical Skeptic : Core Concepts In Sociology,
(McGraw-Hill, New York : 2006), 41
[6]
Lisa J. Mcintyre, 42
[8]
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta, Tiara
Wacana : 2006), 78
[10] George Ritzer, Sosiologi
Berparadigma Ganda, 17
[11]Goerge
Ritzer, “Teori Sosiologi Modern, A-14
[12] George Ritzer, Sosiologi
Berparadigma Ganda, 43
[15]Ibid, 85
0 komentar:
Posting Komentar