Jumat, 30 Mei 2014

Thomas Samuel Kuhn dan Paradigma Sosiologi



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Suatu teori ilmu pengetahuan, dapat dipahami dengan melihat cara atau model pemikirannya. Dari sini  paradigma berfungsi sebagai peta jalan dan panduan dalam mengkaji suatu ilmu. Yang mana paradigma membahas tentang suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari suatu cabang ilmu. Paradigma membantu bagaimana merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja yang harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk menginterprestasikan jawaban yang diperoleh.
Dalam suatu masyarakat tertentu banyak masalah yang harus diselesaikan. Baik masalah yang ringan atau masalah yang berat. Suatu masyarakat dalam menghadapi masalah tersebut, biasanya menggunakan cara atau pola pikir tertentu. Ketika memandang suatu fakta atau keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat dalam memandang suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi. Di dalam paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma sosiologi dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam penelitian mengenai problem-problem  sosial.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi Thomas Khun?
2.      Apakah pengertian dari paradigma sosiologi?
3.      Bagaimanakah pembagian paradigma sosiologi?
4.      Apa pengertian dari paradigma fakta sosial, paradigma  definisi sosial, paradigma perilaku sosial ? 

C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami pengertian dari paradigma sosiologi, biografi dari Thomas Khun sebagai pencetus Paradigma, dan pembagian paradigma sosiologi, diantaranya; paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, paradigma perilaku sosial.



BAB II
PEMBAHASAN

A.       Biografi Thomas Khun
Thomas Samuel Kuhn, dia lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio, Amerika, putera dari Samuel L. Kuhn, ayahnya adalah seorang Insinyur industry. Thomas Kuhn adalah seorang filosof ilmu pengetahuan, yang pada mulanya ia adalah seorang mahasiswa yang kuliah pada bidang ilmu fisika teoritik sebelum konsentrasi pada sejarah ilmu pengetahuan di Universitas Hardvard.
Pada tahun 1954 Kuhn mendapat gelar Guggenheim Fellow. Pada tahun 1956 ia menjadi Dosen di University of California, Barkeley. Kemudian pada tahun 1961 ia menjadi Professor penuh dalam bidang sejarah ilmu, dan pada tahun 1964 mendapat gelar Professor dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu di Universitas Princeton dalam bidang filsafat di MIT.
Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial Tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi sebagai Lowel Lecturer pada tahun 1951, Guggeheim fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain.
B.       Pengertian Paradigma Sosiologi
Paradigma berasal dari bahasa Inggris paradigm yang berarti: model pola, contoh. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia paradigma diartikan sebagai kerangka berpikir, model teori ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam kamus ilmiah populer, pengertian paradigma adalah sebagai contoh, tasrif, teladan, pedoman, dan dipakai untuk menunjukkan gugusan sistem pemikiran bentuk kasus dan pola pemecahannya. Namun  filsafat juga memiliki pengertian tersendiri dalam mendefinisikan paradigm, diantaranya adalah :
1.         Sebagai cara dalam memandang sesuatu.
2.         Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan.
3.         Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan atau mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4.         Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Sedangkan kata sosiologi berasal dari bahasa latin yaitu Socius yang berarti kawan, atau teman, dan Logos adalah ilmu pengetahuan. Pengertian ini pertama kali dipublikasikan oleh August Comte dalam bukunya yang berjudul “Cours De Philosophie Positive”. Pada intinya ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari keadaaan sosial masyarakat, seperti perilaku masyarakat. Baik secara individu maupun kelompok.
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) seorang fisikawan Amerika dalam bukunya The Structure of  Scientific Revolution (1962). Tujuan Khun adalah untuk menantang anggapan umum yang berlaku mengenai cara terjadinya perubahan ilmu.[1] Kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology (1970). Menurut Khun paradigma adalah model/pola pandang sebuah komunitas keilmuan mengenai dunia yang secara implisit menyediakan ketentuan mendefinisikan problem dan metode yang sah dalam suatu bidang penelitian dan jawaban atas berbagai problem yang harus dipecahkan.[2]
Masterman meredusir dua puluh satu konsep paradigma yang telah dirumuskan oleh Khun secara berbeda-beda menjadi tiga tipe. Tiga tipe tersebut adalah sebagai berikut[3] :
1.         Paradigma metafisik
Paradigma metafisik ini merupakan konsesus yang terluas dalam suatu disiplin ilmu, yang memebantu membatasi bidang (scope) dari suatu ilmu sehingga dengan demikian membantu mengarahkan komunitas ilmuwan dalam melakukan penyelidikan.
2.         Paradigma sosiologi
Dalam edisi pertama bukunya Khun mendiskusikan keanekaragaman fenomena yang tercakup dalam pengertian seperti : kebiasaan – kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hokum yang diterima, hasil – hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasl penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum.
3.         Paradigma konstruk
Paradigm konstruk adalah konsep yang paling sempit diantara ketiga tipe paradigma yang dikemukakan oleh Masterman. Dicontohkannya pembangunan reaktor nuklir memainkan peranan sebagai paradigma dalam ilmu nuklir. Pembangunan tempat pembangkit nuklir.
Kalangan ilmuwan bependapat bahwa perkembangan atau kemajauan ilmu pengetahuan itu terjadi secara komulatif. Namun Khun berpendapat lain bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara komulatif tetapi secara revolusi. Menurutnya bahwa ilmu peengetahuan pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma tertentu. Yakni suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dari suatu cabang ilmu. Apabila krisis muncul maka revolusi akan terjadi dan paradigma yang baru akan membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh paradigma sebelumnya. Paradigma merupakan suatu pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu bagaimana merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja yang harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk menginterprestasikan jawaban yang diperoleh. Paradigma menggolongkan, menetapkan dan emnghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrument yang ada di dalamnya.[4]
Permasalahan di dalam masyarakat banyak sekali yang perlu diselesaikan, dari masalah yang ringan sampai masalah yang paling berat. Dalam menghadapi masalah tersebut, masyarakat biasanya menggunakan cara atau pola pikir tertentu ketika memandang suatu fakta atau keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat dalam memandang suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi. Di dalam paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma sosiologi dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam penelitian mengenai problem-problem  sosial.
Seorang sosiolog yang bekerja dari paradigma fungsionalis cenderung untuk berbagi tiga asumsi utama tentang sifat dunia sosial.[5]
a)      Dalam masyarakat tertentu, ada banyak konsensus tentang apa nilai-nilai dan norma-norma yang penting. dalam masyarakat tertentu, misalnya, mungkin ada konsensus bahwa pembunuhan buruk, bahwa mendapatkan banyak kekayaan yang baik, dan sebagainya. Terlepas dari sifat nilai-nilai dan norma-norma, perspektif fungsional berasumsi bahwa ada besarbesaran konsensus umum tentang mereka dalam masyarakat.
b)      Masyarakat adalah suatu entitas atau keseluruhan yang terdiri dari banyak bagian yang terintegrasi. karena semua bagian-bagian yang terintegrasi, atau diikat, ketika pada bagian dari perubahan masyarakat, bagian lain akan berubah dalam menanggapi. misalnya, jika sistem ekonomi berubah, maka pendidikan dan sistem keluarga akan berubah juga.
c)      Masyarakat cenderung mencari stabilitas dan menghindari konflik. konflik tidak normal, tetapi patologis.
Dalam paradigma ada pula teori-teori yang muncul dari paradigma konflik yang cenderung didasarkan pada asumsi, yang  tampaknya berlawanan dengan teori-teori yang tumbuh keluar dari paradigma fungsionalis.
1.      Dalam suatu masyarakat tertentu, ada kelompok dari orang-orang yang menghargai keyakinan yang berbeda dan memiliki nilai-nilai dan tujuan yang saling bertentangan.
2.      Masyarakat terdiri dari sub-kelompok yang berada dalam persaingan kejam untuk sumber daya.
3.      Masyarakat tidak pernah harmonis, konflik normal di masyarakat.[6]

C.      Pembagian Paradigma Sosiologi
Thomas Samuel Kuhn mengemukakan bahwa paradigma ilmu itu amat beragam. Keberagaman dan perbedaan juga terjadi antar komunitas atau sub-komunitas dalam suatu cabang ilmu, khususnya dalam paradigma sosiologi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut, adalah sebagi berikut :
B.     Perbedaan terjadi karena dari awal pandangan filsafat yang mendasari pemikiran ilmuwan tentang apa yang semestinya menjadi substansi dari cabang ilmu yang dipelajarinya berbeda-beda.
C.     Karena sebagai konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda-beda itu maka teori-teori yang dibangun dan dikembangkan oleh masing-masing komunitas ilmuwan juga berbeda,
D.    Metode yang digunakan untuk memahami substansi ilmu itu juga berbeda diantara komunitas ilmuwan.[7]
Perbedaan paradigma itu terjadi dalam keilmuan sosiologi, dan pada dimensi obyek kajian. Dari perbedaan paradigma tersebut telah memiliki obyek kajian, teori, metode dan analisa yang berbeda pula.
Dalam pengkajian teori-teori sosiologi, Roy Bhaskar (1989) secara khusus mengelompokkan tiga jenis paradigma yang dominan dalam memperjuangkan asumsi-asumsinya. Ketiga paradigm tersebut disusun berdasarkan dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat. yang meliputi : paradigm Positivisme (Emile Durkheim), paradigma conventionalism (Max Weber), dan paradigma realisme (Karl Max).[8] Namun George Ritzer juga memetakan paradigma menjadi tiga dalam disiplin sosiologi. Ketiga paradigma yang dominan dalam sosiologi menurut Ritzer adalah  Paradigma Fakta Sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Ketiga paradigma tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a)      Paradigma Fakta Sosial
Sosiologi lahir sebagai ilmu baru, dan berupaya untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri. Namun kehadirannya menjadi ancaman karena adanya pengaruh dari dua cabang ilmu yang sudah berdiri, yaitu : filsafat dan psikologi. Menurut Durkheim, ada orang-orang yang dominan pada saat itu yaitu, Comte dan Spencer. Pemikiran mereka lebih bersifat filosofis dari pada sosiologis.Dari sini Durkheim mulai mencoba meneliti dari pemikiran mereka untuk tetap mempertahankan bahwa sosilogi adalah ilmu sosial yang dapat berdiri sendiri.[9]
Comte dan Spencer berpendapat bahwa dunia ide adalah pokok bahasan dalam sosiologi. Namun berbeda dengan Durkheim, menurutnyabahwa dunia ide bukanlah obyek riset dalam sosiologi. Karena dunia ide hanyalah sebagai suatu konsepsi pikiran dan bukan sesuatu yang dapat dipandang. Pemikiran Comte dan Spencer mengarah pada sosiologi adalah sebagai cabang filsafat. Untuk memisahkan sosiologi dari pengaruh filsafat, Durkheim mencoba melakukan penyelidikan dan membangun satu konsep yaitu fakta sosial.
Paradigma fakta sosial ini telah dikenalkan Durkheim didalam karyanya yang berjudul The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Menurutnya bahwa fakta sosial tidak dapat dipahami melalui kegiatan spekulatif yang dilakukan dalam pemikiran manusia. Karena fakta sosial dapat dinyatakan sebagai barang yang berbeda dengan ide. Untuk memahaminya diperlukannya data yang riil diluar pemikiran manusia. Dalam hal ini Durkheim membagi fakta sosial menjadi dua bagian yaitu :[10]
a.       Fakta sosial material, merupakan sesuatu yang dapat dipahami, dilihat, dan diobservasi atau diamati. fakta sosial material ini adalah bagian dari yang ada di dunia nyata dan bukanlah imajinatif. Misalnya, bentuk bangunan, normahukum dan peraturan.
b.    Fakta sosial non-material, merupakan sesuatu yang dianggap nyata(external). Pada intinya fakta sosial non material ini dapat dikatakan adalah suatu ekspresi atau fenomena yang bersifat inter subjective yang terkandung dalam diri manusia sendiri dan muncul dalam kesadaran manusia. Misalnya, moralitas, kesadaran, egoisme, altruisme dan opini.
Pokok bahasan sosiologi menurut paradigma fakta sosial itu terbagi menjadi 2 yaitu struktur sosial(social institution)dan pranata sosial (social institution).Orang – orang yang menganut paradigma ini tidak hanya memusatkan perhatiannya pada fenomena fakta sosial, tetapi juga pada pengaruhnya terhadapa pikiran dan tindakan individu.
Secara garis besar kajian fakta social terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, system sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya. Sedangkan teori yang tergabung dalam paradigma ini yaitu, teori fungsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem, dan teori sosiologi makro. Namun yang dominan dari teori ini yang biasa digunakan oleh para penganut fakta sosial, yaitu teori fungsionalisme struktural, dan teori konflik.[11]

b)     Paradigma Definisi Sosial
Paradigma ini dilatar belakangi oleh analisa Max Weber tentang tindakan sosial (social action). Weber dan Durkheim mempunyai perbedaan analisa. Menurut Durkheim, ia memisahkan struktur dan institusi sosial, namun Weber memilik pemikiran lain, ia melihat ini menjadi satu kesatuan yang membentuk tindakan manusia yang penuh arti atau makna.[12] Secara definitif Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan social untuk sampai kepada penjelasan kausal. Tindakan sosial merupakan tindakan individu yang mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkan dengan tindakan orang lain bukan suatu tindakan sosial.
Dalam definisi ini, terkandung dua konsep dasar. Pertama konsep tindakan sosial. Yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Menurut Weber, mempelajari perkembangan pranata haruslah juga melihat tindakan manusia. Sebab tindakan manusia merupakan bagian utama dari kehidupan sosial. Paradigma definisi sosial didukung oleh beberapa teori seperti, teori aksi (Action theory), teori interaksionisme simbolik (Simbolik Interaktionism), dan teori fenomenologi. Titik temu atau persamaan dari ketiga teori ini, terletak pada ide dasar. Yang mana pandangannya bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Ada pula kesamaan yang lain adalah realitas sosial merupakan alat yang statis daripada paksaan fakta sosial. Maksudnya adalah tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan, nilai dan sebagainya, yang mana semua itu tercakup dalam konsep fakta sosial.
Paradigma definisi sosial ini cenderung menggunakan metode observasi dalam meneliti. Ini karena untuk memahami realitas intrasubjective dan intersubjective dari tindakan social dan interaksi sosial. Adapun teori yang mendukung paradigma ini, diantaranya adalah teori tindakan, teori interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dan eksistensialisme.[13]

c)      Paradigma Perilaku Sosial
Paradigma ini yang terpenting adalah perilaku atau tingkah laku dan perulangan. Jadi Paradigma perilaku social ini berbeda dengan dua konsep paradigma sebelumnya. Skinner melihat paradigma fakta sosial dan definisi social sebagai perspektif yang bersifat mistik, penuh teka-teki dan tidak diterangkan secara rasional. Menurutnya, objek studi sosiologi yang konkrit –realistis itu adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya. Suatu obyek mistik justru menjauhkan sosiologi dari obyek studi yang sebenarnya yaitu sesuatu yang bersifat konkrit dan realistis. Skinner mengklaim bahwa obyek perilaku manusia adalah obyek studi sosiologi yang konkrit dan realistis.Yang mana tingkah laku individu tersebut secara langsung dapat menimbulkan perubahan atau akibat.[14]
Teori yang tergabung dalam paradigma ini ada dua, diantaranya : teori sosiologi behavioralyang mana dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkahlaku aktor.
Sedangkan yang kedua adalah teori pertukaran (exchange)yang dilator belakangi oleh George Homan, ingin meyatukan prinsip psikologi behavioral dengan sosiologi pada tingkat mikroskopik.Metode yang digunakan dalam paradigma ini adalah eksperimen.

Secara garis besar paradigm perilaku social ini terdiri atas :
1.      Obyek sosial
2.      Obyek non sosial
Paradigmaini memusatkan perhatian pada hubungan antar individu dan hubungan individu dengan lingkungannya.Menurut paradigma ini, tingkah laku seorang individu mempunyai hubungan dengan lingkungan yang mempengaruhinya dalam bertingkah laku.Tingkah laku manusia atau individu di sini lebih ditentukan oleh sesuatu diluar dirinya seperti norma-norma, nilai-nilai atau struktur sosialnya.Jadi dalam hal ini individu kurang sekali memiliki kebebasan.[15] Paradigma ini dilatar belakangi oleh pemikiran seorang psikolog Amerika Burrhus Frederic Skinner, lewat salah satu karyanya yaituBeyond Freedom And Dignity.



BAB III
KESIMPULAN

Paradigma merupakan suatu pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu bagaimana merumuskan tentang apa saja yang harus dipelajari, persoalan apa saja yang harus dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk menginterprestasikan jawaban yang diperoleh. Dalam menghadapi masalah, masyarakat biasanya menggunakan cara atau pola pikir tertentu ketika memandang suatu fakta atau keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Pola pikir masyarakat dalam memandang suatu fakta sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi. Di dalam paradigma sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma sosiologi dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam penelitian mengenai problem-problem  sosial.
Paradigma dibagi menjadi tiga yaitu :
1.      Paradigma fakta sosial, yang tidak dapat dipahami melalui kegiatan spekulatif yang dilakukan dalam pemikiran manusia. Karena fakta sosial dapat dinyatakan sebagai barang yang berbeda dengan ide. Untuk memahaminya diperlukannya data yang riil diluar pemikiran manusia.
2.      Paradigma Definisi Sosial yang mana paradigma ini mengandung dua konsep dasar. Pertama konsep tindakan social. Yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Menurut Weber, mempelajari perkembangan pranata haruslah juga melihat tindakan manusia. Sebab tindakan manusia merupakan bagian utama dari kehidupan sosial
3.      Paradigma Perilaku Sosial, adalah aaradigma yang mengarah pada perilaku atau tingkah laku dan perulangan seseorang.

DAFTAR  PUSTAKA
Aziz, Abdul, Esai Esai Sosiologi Agama, Jakarta: Diva Pustaka, 2003
Ritzer, George, Teori Sosiologi Modern,  Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2010
Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana : 2006.
Mcintyre, Lisa J., Practical Skeptic : Core Concepts In Sociology, McGraw-Hill, New York : 2006
Ritzer, George, Sosiologi, Ilmu Berparadigma Ganda,  Jakarta : CV. Rajawali, 1985.


[1]George Ritzer, Teori Sosiologi Modern,  (Yogyakarta: Kreasi Wacana, Cetakan ke -4, 2010), A-11
[2] Abdul Aziz, Esai Esai Sosiologi Agama, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 3
[3]George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Berparadigma Ganda,  ( Jakarta : CV. Rajawali, 1985), 5
[4]George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, A-13
[5] Lisa J. Mcintyre, Practical Skeptic : Core Concepts In Sociology, (McGraw-Hill, New York : 2006), 41
[6] Lisa J. Mcintyre, 42
[7]George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Berparadigma Ganda, 10
[8] Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta, Tiara Wacana : 2006), 78
[9]George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda, 15
[10] George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda, 17
[11]Goerge Ritzer, “Teori Sosiologi Modern, A-14
[12] George Ritzer, Sosiologi Berparadigma Ganda, 43
[13] George Ritzer, Teori Sosiologi Modern,  A-14
[14]Goerge Ritzer, Teori Sosiologi Modern, 82
[15]Ibid, 85

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.