Pengetian Madzab
Madzab
berasal dari kata kerja (dzahaba) yang artinya pergi. Sedangkan
(madzhab) adalah kata keterangan tempat yang berarti jalan. Adapun
madzab menurut istilah ialah jalan pikiran (paham/pendapat) yang
ditempuh oleh seorang imam mujtahid di dalam menentukan suatu hukum
islam dari Al – Qur’an dan Al – Hadist. Di dalam agama islam, sesuatu
yang tidak diperselisihkan tidak menimbulkan madzab seperti :
a. Rukun islam itu lima
b. Sholat lima waktu itu wajib
c. Zina itu hukumnya haram dsb.
Hal
yang seperti itu namanya mujma’alaih atau sudah di jima’i atau
disepakati, oleh kalangan ulama’. Disini tidak ada madzab, karena hal
tersebut sudah diterangkan dalam Al – Qur’an dan sudah ketentuan dari
sang Ilahi. Hanya saja terjadinya perbedaan madzab itu terletak pada
fiqih. Hal yang seperti ini memanglah wajar, karena setiap orang
memiliki pemahaman yang berbeda pada jaman sahabat. Bila sesuatu hal
dalilnya jelas, maka terjadilah ijma’ (persamaan pendapat). Bila
dalilnya kurang jelas, terkadang terjadi ikhtilaf ( perbedaan pendapat),
lalu timbul madzab – madzab. Baik berijma’ maupun berikhtilaf adalah
dibenarkan oleh Rosulullah, asalkan yang berijma’ / berikhtilaf itu
ulama bukan orang bodoh.
a. Munculnya Madzab
Setiap
penilaian orang itu berbeda, terjadinya perbedaan juga dapat kita lihat
bahwa orang melihat atau meniru tingkah laku atau kegiatan Rosulullah
SAW itu dari berbagai sudut. Contoh saja yang terjadi pada sholat
shubuh yanng memakai qunut dan tidak. Bahwa membaca qunut itu disunahkan
pada saat sholat shubuh. Salah satu dari mereka melihat Rosulullah ada
yang dari kanan, ada yang dari kiri, ada pula yang dari depan dan juga
dari belakang. Semuanya itu benar, kembali lagi kepada kita disisi mana
kita akan meniru Rosulullah. Adapun dalil – dalil yang membenarkan hal
tersebut diantaranya :
Sabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya Allah SWT tidak membuat ijma’ umatku (ulama’ku) di atas kesesatan.”
“Perbedaan pendapat umatku (ulama’ku) itu adalah rahmat”.
Perbedaan
pendapat ini terjadi saat Rosulullah meninggal dunia. Disinilah
terjadinya pemahaman yang berbeda dari setiap umatnya. Ketika Rosulullah
masih hidup, setiap perkara atau masalah tentag hukum mereka langsung
menemuinya dan betanya kepadanya untuk membantu menyelesaikan.
Rosulullah pun menerangkan kepada mereka dengan ucapan maupun
perbuatan, yang mana setiap perkataannya sesuai dengan wahyu Allah SWT.
Karena pada saat itu Rosululloh sudah meninggal, dan yang terjadi
setelah itu adalah bingungnya umat manusia termasuk sahabat dalam
menentukan suatu hukum fiqih. Maka terjadilah ijtihad para sahabat, Islam
sangat mendorong pemeluknya untuk berijtihad dalam rangka memahami
hukum – hukum syara dari dalil – dalil syara. Rosulullah bersabda dalam
sebuah hadits shohih :
Apabila
seorang hakim berijtihad dan ternyata benar maka ia akan memperoleh dua
pahala. Namun bila salah maka ia mendapat satu pahala.
Setelah daulah islamiyah meluas dan bangsa arab mulai berinteraksi dengan
bangsa dan umat lainya, maka pemahaman umat islam terhadap bahasa arab
mulai melemah. Akibatnya, tidak semua umat islam mampu melakukan
ijtihad, melainkan sebatas pada para ulama yang mampu untuk berijtihad
saja. Hingga akhirnya orang – orang selain mujtahid tersebut hanya
menjadi muqallid ( pengikut ) dari mujtahid.Dalam hal ini para ulama
berbeda pendapat dalam memahami hukum islam. Dari perbedaan pemahaman
terhadap sebagian nash – nash syara yang mengandung lebih dari satu
makna ini, mengakibatkan para mujtahid berbeda dalam meng-istinbathkan
sebagian hukum syara yang bersifat praktis. Dalam hal ini jumlah
mujtahid juga lebih dari satu, bahkan ada ribuan orang. Tapi disini
hanya ada beberapa imam yang memiliki pengikut ribuan orang, sehingga
yang dikenal dalam kehidupan kita selama ini adalah :
1. Imam Abu Hanifah Annu’man
2. Imam Malik bin Anas
3. Imam Muhammad Idris Asy – Syafi’i
4. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal
Dari
keempat imam ini mereka telah berijtihad dalam berbagai masalah yang
tidak diijtihadkan oleh guru mereka. Hasil ijtihad mereka dibukukan
dalam sebuah kitab dalam bentuk yang tekategorisasi dan tersistematisasi
secara rapi. Kemudian yang dinamakan madzab adalah kumpulan dari
pendapat dan hasil ijtihad. Madzab sendiri adalah suatu metode yang
menjadi dasar bagi para imam untuk mengistinbathkan hukum – hukum syara.
Inilah yang selama ini dikenal ushul fiqh.
Perlu
kita ketahui bahwa ilmu fiqih yang diajarkan para sahabat dan para imam
tidak beku dengan berpegangan kepada lafadz – lafadz nas. Tetapi juga
mengambil atau berdasarkan ilmu pengetahuan tentang hukum untuk
menimbang sebab (illat) sewaktu hendak memberi fatwa – fatwa.
Sebagaimana yang telah kita ketahui pendapat para imam bermacam – macam,
ini disebabkan berlainan tempat dan juga keadaan negeri masing – masing
di samping mempunyai kekurangan dan kelebihan pula tentang memahami
maksud Al – Qur’an dan Hadist. Al – Qur’an dan Hadist Rosulullah adalah
sebagai sumber hukum dalam ilmu fiqih islam yang mana permulaannya
berawal dari zaman Rosulullah SAW. Sumber – sumber ini bertambah
mengikuti perkembangan zaman dan luaslah bidang ilmu fiqih.
Pokok
atau sumber – sumber hukum ini berkembang dalam bidang ilmu fiqih
islam. Dalam menentukan hukum ilmu fiqih itu para imam telah berijma’
dan mempunyai pemahaman yang berbeda. Namun suatu perkara yang berbeda
pemahaman dalam menyelesaikannya merupakan suatu perbendaharaan yang
besar untuk membuka pintu – pintu dalam bidang ilmu fiqih. Ini dapat
menambah perbendaharaan, kekuatan dan penyesuaian. Namun, sebagian dari
pengikut mereka ada yang mau menerima dan sebagian ada yang menolaknya
serta ada pula yang ragu – ragu menerima hukum fiqih yang telah menjadi
kesepakatan para ulama.
2.2 Madzab Imam Abu Hanifah Annu’man
Abu Hanifah lahir pada tahun 80 hijriyah bersamaan (699 M) di kota
Kuffah dari keturunan bangsa Persia. Pada saat itu, pemerintahan islam
sedang berada di bawah kekuasaan Abdul Malik bin Marwan, yaitu raja
(khalifah) ke – 5 dari dinasti Bani Umawiyyah dan Abbasiyyah dan beliau
meninggal dunia pada masa khalifah Abu Ja’far Al - Mansur.4.1
Menurut riwayat ayahnya bernama Tsabit, beliau seorang pedagang yang
satu keturunan dengan bapak saudara Rosulullah. Mana kala neneknya Zuta
adalah hamba kepada suku (Bani) Tamim. Ibu Abu Hanifah tidak terkenal di
kalangan ahli – ahli sejarah tetapi bagaimanapun juga ia menghormati
dan sangat taat.
Abu Hanifah hidup sebagai seorang pelajar, pedagang dan syeikh (guru).
Sebelum menghadap diri secara khusus kepada ilmu, Beliau berdagang kain
sutra di pasar Kufah. Akan tetapi, di samping beliau berniaga, tekun
pula menghafal Al – Qur’an Al – Karim dan sangat gemar membacanya.
Beliau seorang yang amanah dan pernah mewakili perdagangan pada masa
itu, ia berhasil meraih ilmu pengetahuan dan perdagangan sekaligus. Kota
Kufah ini terkenal sebagai kota yang dapat menerima perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ia seorang yang bijak dan gemar ilmu
pengetahuan. Beliau mulai menambah ilmu pengetahuannya berawal dari
belajar satra bahasa Arab. Karena ilmu bahasa, tidak banyak menggunakan
akal (pikiran) ia meninggalkan pelajaran ini dan beralih belajar ilmu
fiqih. Beliau sangat antusias dengan ilmu yang banyak menggunakan
pikiran. Disamping belajar ilmu fiqih, beliau juga mempelajari ilmu –
ilmu lain, seperti tauhid dan lain – lain. Diantara beberapa buku
kajiannya antara lain : Al – Fiqhul Akbar, Al – rad Ala Al Qadariah dan
Al – ‘Alim Wal – Muta’alim.
Menurut sebagian dari para ahli sejarah bahwa beliau mempelajari ilmu
fiqih dari : Ibrahim, Umar, Ali ibni Abi Talib, Abdullah bin Mas’ud dan
Abdullah bin Abbas serta Hamad bin Abu Sulaiman Al – Asya’ari. Kemudian
setelah Hamad meninggal dunia, Abu Hanifahlah yang menggantikannya untuk
mengajar ilmu fiqih dan banyak pula murid – murid dari gurunya yang
belajar kepadanya. Diantaranya Abu Yusuf Ya’kub Al – Ansari, A – Hazail,
Al – Hazan bin Ziad Al – Lu’lu.
a. Kedudukan Madzab Abu Hanifah
Abu
hanifah adalah seorang rois pada golongan ahli – ahli berfikir.
Berdasarkan kepada pendapat ini, banyak orang diantaranya yang
melontarkan tuduhan dan merendahkan bahwa Beliau banyak menggunakan akal
dan itihad dengan meninggalkan hadits – hadist Nabi. Tuduhan itu
mendatangkan beberapa kesulitan kepada beliau. Oleh karena itu beliau
bekerja keras untuk menyanggah dan menjawab tuduhan – tuduhan tersebut.
Abu
Hanifah banyak menggunakan hadits – hadits mutawatir, masyhur dan
hadits – hadits Ahad. Beliau menolak atau tidak menerima sebagian
hadits, bukan berarti beliau tidak mempercayai Rosulullah, akan tetapi
tujuannya adalah untuk menyelidiki kebenaran rawi – rawi hadits
tersebut. Dimana beliau menggunakan hadits sesuai dengan keadaan
masyarakat. Namun beliau selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah –
masalah yang ada demi kepentingan masyarakat.
b. Latar belakang
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal
sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas
masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar
belakangnya adalah:
a. Karena
beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau
tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih
memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau
menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah
dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
b. Kurang
tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana
beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau
hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum
era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti
hadits.
c. Nasihat – nasihat Abu Hanifah
Diantara larangan – larangan Abu Haifah kepada muridnya tentang adab seperti di bawah ini :
1. Jangan berdiri di tengah – tengah jalan raya, duduklah dimasjid.
2. Jangan duduk – duduk di gudang perniagaan.
3. Jangan makan dan minum di pasar begitu juga di masjid.
4. Jangan minum air dari para penjaja – penjaja air.
5. Jangan pakai pakaian sutera karena membawa kepada keselamatan.
Nasihat Abu Hanifah terhadap pergaulan antara suami dan istri seperti berikut :
1. Jangan bercakap – cakap dengan istrinya lebih dari biasa semasa di atas katil melainkan masa – masa yang biasa saja.
2. Jangan bersenda gurau (bercumbu) berlebih – lebihan dan hendaklah sekedarnya saja.
3. Jangan berbicara dengan perempuan – perempuan lain di depa istri karena membawa kepada fitnah.
4. Jangan campuri dua istri di sebuah rumah.
5. Jangan
kawin sebelum engkau berkuasa memberi nafkah kepada anak istri. Belajar
dahulu sebelum kawin sesudah itu kumpulkan harta yang halal dan barulah
kawin.
Ada juga nasihat – nasihat yang lain ialah :
1. Jagalah
rahasia – rahasia tetangga dan jangan menyebarkan rahasia – rahasia
orang banyak dan jik sekiranya mereka meminta pendapat, sampaikanlah
kepada mereka.
2. Jika
ada beberapa orang yang datang belajar, terangkanlah kepada mereka
tentang ilmu, agar dipelajari dengan baik supaya mereka senang dan
paham.
3. Hendaklah
berlemah lembut dan supel dengan penuntut ilmu dan bercakap – cakaplah
dengan mereka karena kasih sayang membawa anak didik gemar kepada
pelajaran dan kadangkala adakanlah jamuan makanan, tunaikan permintaan –
permintaan mereka, hendaklah mengetahui kemampuan mereka dan lupakan
kekuranga – kekurangannya.
4. Jangan
memberi beban kepada seseorang dengan tanggung jawab yang berat.
Berilah mereka apa yang mereka sukai danhendaklah dengan niat ikhlas dan
berbicaralah yang benar dan jangan sombong.
5. Janganlah menipu sekalipun kamu ditipu.jagalah amanah sekalipun engkau di khianati.
Abu
Hanifah seorang yang jujur dan tegas dengan kebenaran. Oleh karena
sikapnya yang tegas beliau telah menolak dilantik menjadi kadli yang
mana menyebabkan beliau dipenjara. Sikapnya yang demikian menjadi bukti
ketegasan pendiriannya. Beliau juga orang yang benar – benar mengamalkan
apa yang beliau ketahui. Ia menyuruh dari pada melakukan maksiat
gunakanlah akal pikiran dan iman dan beliau pernah berkata , “ Aku liat
maksiat itu hina lantaran itu aku meninggalkannya karena menjaga muruah,
akhirnya menjadi perkara agama “. Beliau adalah sesosok orang yang
gemar beribadah kepada Allah, dan beliau adalah seorang yang berilmu
pengetahuan tinggi serta fakih (pakar) dalam bidang ilmu fiqih.
d. Abu Hanifah Meninggal Dunia
Abu
Hanifah meninggal dunia pada tahun 150 H, sebelum Abu Hannifah
menghembuskan nafas terakhir, Beliau berpesan suapaya mayatnya
dikebumikan di tanah perkuburan yang baik yang dimaksud dengan tanah
yang baik, yaitu tidak dirampas oleh seorang raja atau ketua negeri.
Sungguh banyak dari orang awam yang mengiringi jenazah Beliau,
diperkirakan kurang lebih sekitar lima puluh ribu orang yang mengiringi
jenazahnya. Jenazah Beliau dikebumikan di makam perkuburan Al –
Khaizaran di timur kota Bagdad.
Madzab Malik bin Anas
Imam Malik adalah seorang imam dari kota Madinah dan imam bagi penduduk
Hijaz. Ia salah seorang ahli fiqh yang terakhir bagi kota Madinah dan
juga yang terakhir bagi fuqaha Madinah. Beliau lahir pada tahun 93
Hijriyah, Ayah Beliau bukan seorang yang biasa menuntut ilmu walaupun
demikian beliau pernah mempelajari sedikit banyak hadits – hadits
Rosulullah, Beliau bekerja sebagai pembuat panah sebagai sumber nafkah
bagi hidupnya. Ibu Beliau bernama Al – Ghalit binti Syarik bin Abdul
Rahman bin Syarik Al – Azdiyyah dan ada yang mengatakan namanya Talhah.
Namun kakek dan paman – pamannya terkenal sebagai ahli ilmu. Dengan
demikian, tidak heran jika beliau cenderung gemar mempelajari hadits –
hadits Rosulullah.
Madinah adalah tempat terbitnya berbagai fatwa yang diamalkan oleh para
sahabat dan tabi’in hingga datanglah Malik menerima warisan besar lagi
mulia, yaitu ilmu hadits dan fatwa. Beliau adalah seorang tahfidz Al-
Qur’an dan hadits – hadits Rosulullah. Ingatannya sangat kuat dalam
mempelajari ilmu. Beliau adalah seorang yang sangat aktif dalam mencari
ilmu. Beliau sering mengadakan pertemuan dengan para ahli hadits dan
ulama. Imam Malik hidup dalam kemiskinan dalam beberapa tahun. Sebagai
buktinya bahwa anak perempuannya selalu menangis kelaparan. Sampai
akhirnya beliau menjadi seorang yang bahagia dan kaya. Dalam hidupnya
Imam Malik mengalami dua corak pemerintahan, Umaiyyah dan Abbasiyyah
dimana terjadi perselisihan di antara dua pemerintahan tersebut. Di masa
ini pengaruh ilmu pengetahuan, dimana bermacam – macam pula perubahan
yang terjadi dalam kehidupan, dari sisi sinilah permulaan ilmu hadist,
fiqih dan masalah hukum – hukum islam.
Imam Malik menulis kitab dengan bermacam – macam bidang ilmu agama
seperti ilmu hadits dan pendapat – pendapat penduduk Madinah. Beliau
berusaha dengan tabah untuk mengarang kitab Al – Muwatta selama 40
tahun. Harus kita ketahui bahwa kitab Al – Muwatta bukanlah sebuah
hadits sebagaimana yang diketahui, tetapi ia adalah sebuah kitab fiqih.
Cita – cita Imam Malik adalah untuk menerangkan kata sepakat orang
Madinah atau dengan kata lain ilmu fiqih Madinah. Kitab ini dijadikan
Beliau sebagai penjelasan terhadap hadits dari segi ilmiah dan beliau
menggunakan pendapatnya jika ia tidak menemui hadits – hadits. Imam
Malik mengambil pendapat – pendapat yang telah disepakati dan beliau
mengeritik rawi – rawi dengan halus dan mendalam, beliau pernah berkata :
ilmu tidak harus diambil atau dipelajari dari empat orang dan harus
dipelajari dari mereka yang lain dari itu.
a. Imam Malik dan Hadits – hadits Rasulullah SAW
Imam Malik adalah orang yang sangat alim dan sangat menghormati hadits –
hadits Rosulullah. Untuk meningkat ke derajat yang demikian ini adalah
satu perkara yang amat sukar. Beliau sampai pada tingkat yang seperti
ini adalah sebagi hasil dari usahanya yang tidak mengenal jemu, dan
beliau sangat berhati – hati dalam pengambilan hadits. Sebgai bukti
ketekunannya dan keteguhannya ialah perkataannya : “ Aku menulis seratus
ribu hadist dengan tanganku sndiri dan juga perkataannya bahwa ilmu
hadits ialah agama, oleh karena itu hendaklah kamu berhati – hati dan
pikirkanlah terlebih dahulu tentang pembawa ( Rawi ) hadits tersebut”.
Imam Malik dianggap sebagai seorang pemimpin ( Imam ) dalam ilmu hadits.
Sandaran – sandaran ( Sanad ) yang dibawa oleh beliau termasuk salah
satu dari sanad yang terbaik dan benar. Banyak orang yang datang
mempelajari ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Apabila Beliau
ditanyai tentang ilmu fiqih, beliau menjawab dan memberi fatwa – fatwa
sesuai dengan Hadits Rosulullah.
Beliau juga termasuk seorang guru besar, beliau mulai mengajar ketika
berumur tujuh belas tahun. Sebelum Beliau pergi mengajar terlebih dahulu
beliau mendalami bidang tersebut kadangkala beliau tidak tidur. Setelah
pikiran beliau matang dan memahami bidang tersebut barulah beliau pergi
mengajar. Beliau juga mempelajari cara hidup manusia yang beraneka
ragam, dari cara tersebut beliau dapat membuat kesimpula hukum yang
berkaitan dengan cara hidup mereka masng – masing. Hukum fiqih yang
diberikan oleh Imam Malik bersumber dari Al – Qur’an dan Hadits, dimana
Hadits adalah alat bantu beliau dalam memahami Al – Qur’an. Imam Malik
sangat cermat dalam memberikan penjelasan tentang hukum. Beliau selalu
berfikir panjang sebelum memberi fatwa atau hukum. Dalam hal ini beliau
juga selalu mengingatkan agar tidak selalu menerima pendapatnya, namun
semua perkara dapat diselesaikan dengan ijma ( kespakatan bersama ).
Dalam memberikan fatwa atau hukum janganlah tegesa - gesa dalam
menjawab, demi mencari faedah dirinya untuk mendapatkan sanjungan, namun
dengan berfikir kita akan mendapatkan hasil yang lebih manfaat.
Mazhab Imam Malik ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala
sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah.
Imam Malik membangun madzhabnya dengan 14 dasar : Al-Quran, As-Sunnah ,
Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan,
saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man
qablana .
Mazhab Imam Malik adalah kebalikan dari mazhab Al-Hanafiyah. Kalau
Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang
tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru
‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan
berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak
keturunan para sahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah
yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa
dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang
shahih para umumnya.
a. Nasihat – nasihat Imam Malik :
a. Bahwa ilmu ( ilmu agama ) adalah agama, oleh karena itu hendaklah kamu perhatikan dari maan kamu pelajari.
b. Ilmu itu cahaya (nur) ia tidak akan lembut ( jinak ) melainkan bagi orangyang bertakwa dan khusyu.
c. Sebaik
– baik perkara ialah yang terang dan nyata serta jika engkau ragu
antara keduanya maka ambillah yang dapat dipertanggungkan.
d. Apabila seorang itu memuji dirinya maka hilanglah kebijaksanaannya.
e. Apabila
engkau di tanya tentang sesuatu perkara maka hendaklah kamu teliti dan
selidiki dan timbangkan antara pendapatmu dengan pendapat orang lain
karena mempertimbangkan menghilangkan kekurangan pikiran sebagaimana api
menghilangkan kotoran emas.
b. Pendapat – pendapat orang sezamannya terhadap Imam Malik :
a. Imam Syafi’I berkata : Apabila datang Al – Atsar maka Imam Malik sebagai bintang.
b. Abu Ayyub bin Suwaid berkata : Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih benar ucapannya selain dari Imam Malik.
c. Ibnu
Mahdi berkata : Tidak ada di atas dunia ini orang yang lebih selamat
tentang hadits – hadits Rosulullah selain dari Imam Malik.
d. Muhammad
bin Abdul Hakim berkata : Apabila Imam Malik mengeluarkan pendapatnya
dan orang – orang lain tidak. Maka pendapatnya menjadi hujjah.
d. Imam Malik dan Pemerintah
Imam Malik adalah seorang yang sangat habat, lantaran itu beliau
ditakuti atau dikagumi oleh murid – muridnya dan juga orang – orang yang
mengenalnya. Beliau juga ditakuti oleh pemerintah dan khalifah.
Kehebatan Imam Malik datang dari kekuatan jiwa dan kemsyhurannya diikuti
pula oleh pribadinya yang tinggi dan mulia. Imam Malik sering
memberikan nasihat kepada khalifah Al – Mahdi : “ Hendaklah engkau
bertaqwa kepada Allah SWT, dan hendaklah engkau berlemah – lembut dengan
penduduk negeri Rosulullah SAW dan tetangga – tetangganya karena
Rosulullah SAW bersabda : Madinah tempatku berpindah dan di sanalah
kuburku dan dengan menghormati tempatku bangkit, dan penduduk jiran ku
oleh ituwajib atas umatku menjagaku, dan barang siapa yang menjaga
mereka, aku adalah sebagai saksi dan pemberi syafaat baginya di hari
kiamat.”
Imam Malik menyeru supaya pemerintah memperhatikan terhadap orang –
orang yang di bawahnya karena mereka bertanggungjawab terhadap orang
yang ada di bawah kekuasaannya. Beliau berseru untuk berlaku adil dan
menjaga ekonomi dalam perbelanjaan sehingga harta yang dibelanjakan
untuk kepentingan masyarakat dan umat.
e. Imam Malik meninggal dunia
Imam Malik mengalami sakit selama dua puluh hari. Pada malam beliau
menghembskan nafas terakhir. Imam Malik meninggal dunia di Madinah, pada
tanggal 14 Robi’ul awwal tahun 179 H.
1. 4 Madzab Muhammad Idris Asy – Syafi’i
Imam Syafi’i ialah imam yag ketiga menurut susunan tarikh kelahiran.
Beliau adalah pendukung terhadap hadits dan pembaru dalam agama (
mujtahid ) dalam abad kedua hijriah. Beliau dilahirkan di kota Gazzah
dalam Palestina pada tahun 150 H. Ayah belliau meninggal dunia ketika
beliau masih kecil, dan pada saat itu beliau menjadi anak yatim pada
umur 10 tahun. Ibunya bernama Fatimah binti Abdullah Al – Azdiyyah.
Semasa muda beliau hidup dalam kemiskinan, sehingga beliau terpaksa
mengumpulkan batu – batu yang baik, belulang, pelepah, tamar dan tulang
unta untuk ditulis di atasnya. Kadangkala beliau pergi ke tempat orang
banyak untuk meminta kertas dan menulis pelajaran.
Imam Syafi’i seorang yang mengetahui tentang ilmu kedokteran dan seorang
yang mahir memanah serta cakap menunggang kuda. Beliau seorang yang
cakap pemikirannya kuat ingatannya serta luas wawasan dan pemikirannya.
Beliau juga seorang yang sangat fasih lidahnya, luas penerangannya serta
kuat imannya. Imam Syafi’i adalah seorang yang mengikuti kebenaran
dimaan saja ia berada, beliau tidak segan atau malu kembali kepada
kebenaran apabila beliau ditentang. Apabila memberikan wawasan
disampaikannya dengan terang dan apabila beliau menemui dalil atau
hujjah yang lain atau pandangannya adalah tidak baik, maka beliau
mempercayai bahwa lebih benar dari yang pertama, terus beliau menolak
pendapat yang pertama dan diberitahukan pendapat yang kedua. Oleh karena
itu kita dapati dalam fiqih Imam Syafi;i terdapat dua pendapat “
pendapat lama “ dan “ pendapat baru “.
Di antara ketegasan Imam Syafi’i ialah berpegang dengan kebenaran dan
kejujuranya dalam bidang ilmu pengetahuan beliau tidak sekali – kali
terpengaruh dengan persahabatan atau keluarga bahkan beliau tetap patuh
kepada kebenaran, beliau mendahulukan keridloan Allah dari keridloan
orang.
a. Nasihat – nasihat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang yang alim dalam bidang ilmu fiqih, beliau
terkenal juga sebagai sarjana dalam sastra bahasa Arab dan ilmu – ilmu
yang lain. Diantara kata – kata dan nasihat Imam Syafi’i adalah sebagai
berikut :
1. Belajarlah ilmu fiqih sebelum kamu menjadi pemimpin jika kamu menjadi pemimpin maka tidak ada jalan untuk belajar.
2. Menuntut ilmu lebih baik daripada sholat sunnah.
3. Siapa senang kepada dunia maka hendaklah mencari ilmu, dan barang siapa berkehenak kepada akhirat, juga hendaklah mencari ilmu.
4. Pertolongan adalah penyucian keajaiban.
5. Barang siapa yang tama’/loba kepada dunia dia akan menjadi hamba pada ahli dunia.
6. Kemiskinan ulama ialah kemiskinan ikhtiar, dan jika kemiskinaan orang jahil ialah kemiskinan kesusahan.
7. Barang
siapa yang mendengar dengan telinga ia seorang yang pencerita dan siapa
yang mendenngar hatinya ia adalah orang yang sadar dan siapa yang
memberi nasihat dengan perbuatan ia adalah seorang yang penunjuk.
b. Ilmu Fiqih Imam Syafi’i
Ilmu fiqih yang dibawa oleh Imam syafi’i merupakan suatu zaman
perkembangan fiqih dalam sejarah perundangan Islam, oleh karena itu ia
mengumpulkan atau menyatukan ilmu fiqih ahli – ahli akal dan pikir
dengan ilmu fiqih ahli – ahli akal dan hadits ilmu fiqih Imam Syafi’i
merupakan ikatan sunnah dengan kias dan pemikir dengan beberapa
pertimbangan, sebagaimana juga adalah ilmu fiqih yang menetapkan cara –
cara atau peraturan untuk memahami Al – Qur’an dan hadits, juga dia
menetapkan kaidah – kaidah pengeluaran hukum dan kesimpulannya, oleh
karena itu beliau di anggap sebagai penulis ilmu ushul fiqih. Beliau
mulai menyusun madzab fiqihnya setelah beliau mempelajari ilmu fiqih di
Madinah dan ilmu fiqih orang Irak. Beliau membuat perbandingan dari
keduanya.
Pada waktu zaman Imam Syafi’i terbagi menjadi dua golongan : golongan
ahli hadits dan golongan ahli pikir. Ahli hadits adalah mereka yang
senang menghafal hadits – hadits Rosulullah SAW. Kecuali mereka yang
mampu memikirkan dan berbincang – bincang. Apabila mereka ditanya atau
diperbincangkan oleh para ahli pikir, mereka kalah dan tercengang.
Adapun orang ahli pikir mereka adalah ahli bagi pikiran dan
perbincangan, kecuali mereka itu lemah dari mengingati hadits – hadits
dan atsar.
Dari sini peran beliau sangat di perlukan, beliau adalah seorang yang
mengetahui banyak tentang hadits Rosulullah SAW, mulai dari adab
perbincangan dan pembahasan. Beliau menolong dan membantu mempertahankan
hadits Rosulullah disaat orang ahli pikir mulai menyerang. Namun beliau
sangat tegas dalam menyampaikan hadits tersebut dan selalu menjawab
dengan sangat memuaskan. Maka lumpuhlah para ahli pikir saat itu.
c. Imam Syafi’i dan Pelajaran Bahasa Arab
Bahasa ibunda beliau adalah bahasa Arab. Beliau adalah
keturunan bangsa Arab yang bahasa percakapannya sangat baik. Beliau
tidak pernah salah dalam penggunaan bahasa Arab. Banyak dari manusia
yang mencoba mencari kekurangan bahasa yang digunakan oleh Imam Syafi’i
tetapi mereka tidak menemukannya. Ibnu Hisyam berkata : “ kami telah
mengikuti majlis – majlis pelajaran Imam Syafi’i tidak seklaipun kami
dapati kesalahan bahasa yang digunakan olehnya dari seginahwu atau yng
lain. Jika dibandingkan dengan orang – orang lain tentulah bahsa beliau
lebih tinggi dan lebih baik dari mereka itu.
Dinatara kata – kata beliau dalam bidang ilmu bahasa bahwa beliau
berpendapat, mempelajarinya adalah wajib atas tiap – tiap orang islam
baik ia orag Arab maupun bukan Arab. Beliau bukan hal ini dalam kitabnya
“ Ar – Risalah “ katanya bahwa bahasa Arab wajib didahulukan dari
bahasa lain karena ia adalah bahasa Al – Qur’an dan bahasa Rosulullah
SAWcdan tidak harus bahasa orang – orang islam mengikuti bahasa lain,
bahkan hendaknya bahasa – bahasa lain mengikuti bahasa Al – Qur’an.
Beliau berkata bahwa : “ Wajib atas tiap – tiap orang islam mempelajari
bahasa Arab sekadar semampunya.”
d. Kata pujian orang terdahulu kepada Imam Syafi’i
Banyak kita dapati kata – kata pengakuan dan pujian dari orang – orang
terdahulu (As Salaf) yang ditujukan kepada beliau, sebagai berikut :
a. Abu Bakar Al – Muhaidi berkata : beliau adalah pemimpin bagi ulama – ulama fiqih.
b. Ahmad bin Hambal bekata : beliau filosof dalam empat perkara : bahasa, tempat tumpuan manusia, ilmu ma’ani, ilmu fiqih.
c. Sufyan Ath – Tsauri berkata : beliau adalah semulia – mulianya orang di waktu itu.
d. Yahya bin Said Al – Kattani berkata : aku tidak pernah menjumpai orang yang lebih bijak dan alim dalam ilmu fiqih lebih darinya.
e. Meninggalnya Imam Syafi’i
Beliau banyak mengidap penyakit sewaktu hidupnya. Antaranya ialah
penyakit wasir yang mana menyebabkan keluarnya darah pada tiap – tiap
waktu. Imam Syafi’i meninggal dunia di Mesir pada malam kamis sesudah
magrib, yaitu malam akhir di bulan Rajab tahun 204 H. Umurnya waktu itu
ialah lima puluh empat tahun. Beliau wafat di tempat kediaman Abdullah
bin Abdul Hakam dan kepadanya beliau meninggalkan wasiat, jenazah beliau
dikebumikan keesokan harinya.
1.5 Madzab Ahmad bin Muhammad bin Hambal
Ahmad bin Muhammad bin Hambal adalah Imam keempat dari para fuqaha
islam. Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat – sifatyang luhur dan
tinggi. Beliau imam bagi umatIslam di seluruh dunia, juga Imam bagi
Darul Salam, mufti bagi negeri Irak dan seorang yang alim tentang hadits
– hadits Rosulullah SAW. Beliau dilahirkan di kota Bagdad, pada bulan
Rabi’ul awwal tahu 164 Hijriah, yaittu setelah ibunya berpindah dari
kota Murwa tempat tinggal ayahnya. Ayahnya adalah seorang pejuang yang
handal sementara datuknya adalah seorang gubernur di wilayah Sarkhas
dalam jajahan Kharasan, di pemerintahan Umawiyyin. Beliau adalah seorang
yatim karena ayahnya meninggal dunia sewaktu beliau masih kecil. Ibunya
bernama Safiyyah binti Maimunah binti abdul Malik Asy – Syaibani dari
suku Amir.
Beliau hidup sebagai seorang yang rendah dan miskin, karena ayahnya
tidak meninggalkan warisan padanya hanya rumah yang kecil dan sedikit
tanah yang sangat kecil penghasilannya. Beliau menempuh kehidupan yang
susah beberapa lama sehingga beliau terpaksa bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya. As – Sayyid Ridha berpendapat bahwa Ahmad bin Hambal
adalah seorang pembaharu (mujaddid) agama dalam abad ke tiga Hijriah.
Beliau hidup pada zaman pemerintahan Abbasiyah, dimana golongan
kebangsaan Perssi mengatasi kelompok kebangsaan Arab. Pada zaman ini
bidang ilmu fiqih berkembang lebih luas dan matang. Beliau adalah
seorang yang giat mempelajari hadits Rosulullah pada waktu itu dan
beliau berpegang teguh dengannya.
Beliau gemar menghafal Al – Qur’an dan mempelajari bahasanya. Beliau
belajar menulis dan mengarang di Diwan, umurnya di waktu itu ialah empat
belas tahun. Beliau hidup sebagai seorang yang cinta kepada menuntut
ilmu dan bekerja keras untuknya. Disamping beliau mempelajari dari
Husyaim beliau mempelajari juga dari Umair bin Abdullaj, Abdur Rahman
bin Mahdi dan Abi Bakar bin Iyasy. Imam Syafi’i adalah salah satu guru
beliau. Beliau menuntut ilmu sepanjang hayatnya. Beliau tetap dengan
mempelajari hadits sehingga beliau menjadi seorang Imam.
Setelah beliau sekian banyak mempelajari ilmu dari guru – gurunya beliau
pun mulai engajar di masjid Al – Bagdad, umurnya pada waktu itu 40
tahun. Majlis pelajaran beliau terbagi menjadi dua bagian, pelajaran ‘am
dan pelajaran khas. Pelajaran ‘ama diadakan sesuda Ashar di masjid.
Sementara pelajaran khas diadakan dirumahnya.
a. Sumber hukum fiqih Ibnu Hambal
Ibnu Hambal adalah seorang yang sangat mempedulikan tentang kebenaran
ilmu yang dipelajarinya. Oleh sebab itulahbeliau benci kepada menambah –
nambah atau mengubah riwayat – riwayat hadits. Beliau menjadikan Al –
Qur’an dan As – Sunah sebagai sumber pertama dalam ilmu fiqihnya.beliau
tidak menerima adanya perselisihan antara Al – Qur’an dan As – Sunah.
Belaiu mengkaji serta menghalusi hadits – hadits yang ada kaitannya
dengan halal dan haram serta beliau halusi juga tentang sanadnya (tempat
ambilan).
Mazdab beliau sangat mempedulikan tentang menyuci najis – najis, beliau
berpendapat najis anjing hendaklah dicuci sebanyak delapan kali,
manakala najis yang lain pula dicuci sebanyak tujuh kali. Madzab ini
mewajibkan berkumur juga memasukkan air kedalam lubang hidung dan
dikeluarkan dikala mengambil shalat (wudhu) sedangkan perkara ini sunnah
saja di sisi madzab – madzab yang lain.
Penghalusan dan penyempitan madzab beliau dalam perkara ini, beliau
adalah seorang wira’i yang memberatkan atas dirinya sendiri. Beliau
mewajibka perkara yang tidak diwajibkan atas orang lain, dan beliau
menjauhkan dari perkara syubhat dengan pengawasan dan penjagaan. Beliau adalah seorang yang sangat bersih, suci, zuhud dan menjaga diri dari perkara yang haram.
b. Pandangan orang terhadap Ibnu Hambal
Pengakuan juga pujian dari para ulama dan juga fuqaha terhadap beliau.
Sebagaian dari pandangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Ibrahim Al – Harbi : Ibnu Hambal adalah seorang yang dihimpunkan Allah dengan ilmu – ilmu orang terdahulu.
b. An
Nawawi berkata : Beliau adalah seorang imam yang bijaksana di samping
kebesaran, ketuaan, kewiraan, kezuhudan, ingatan, banyak ilmu dan
kekuasaannya.
c. Abu Hatim berkata : jika kamu dapati seorang yang mengasihi Ahmad bin Hambal maka ketahuilah orang itu adalah dari ahli sunnah.
d. Abu
Tsur berkata : kiranya adanya orang yang mengatakan bahwa Ahmad bin
Hambal salah seorang dari ahli surga ia tidak melapui batas dalam hal
ini.
c. Nasihat – nasihat beliau :
1. Dunia
adalah tempat beramal sementara akhirat adalah tempat menerima balasan,
barang siapa tidak bekerja di sisni ia akan menyesal di sana.
2. Diam orang berilmu adalah insaf dan takwa, diam orang jahil karena tidak tahu. Kapankah akan datang kebenaran ?
3. Kemenangan adalah mereka yang menang di hari esok (kiamat) karena disana seorang tidak akan mendapat pengikut atau teman.
4. Jika kita mencari harta ia tidak akan datang kepada kita, yang datang kepada kita ialah perkara yang kita tinggalkannya.
5. Jangan kamu mengambil ilmu dari orang yang mempelajarinya dengan tujuan keduniaan.
d. Meninggalnya Ibnu Hambal
Ibnu Hambal mengalami sakit yang membawa
kepada kematian. Ketika beliau dalam keadaan sakit tidak ada perkara
yang membuat hatinya selalu berfikir. Beliau terkena penyakit demam
panas pada hari pertama di bulan Robi’ul Awwal tahun 240 H. Sehingga
beliau tidak mampu untuk berjalan di rumahnya melainkan dengan
pertolongan. Beliau meninggal dunia pada hari Jum’at tanggal 12 Robi’ul
Awwal tahun 241 H. Jenazahnya dikebumikan sesudah sholat juma’at, dan
diirimgi oleh puluhan ribu rakyat jelata. Beliau dikebumikan di bagdad.
2.5 Perbandingan Fiqih dari keempat madzab
Secara etimologis fiqhiyah “ikhtilaf” merupakan yang di ambil
dari bahasa Arab yang berarti : berselisih, tidak sepaham, sedangkan
secara termologis fiqhiyah, ikhtilaf adalah perselisihan paham atau
pendapat di kalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk
mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu. Jalan pikiran
Imam Mujtahid inilah yang perlu kita lihat dan telaah dikemudian hari
dengan membandingkan fiqh para madzab itu akan lebih baik jika kita
mengetahui latar belakangnya, dalam hal ini bisa jadi karena dipengaruhi
oleh faktor lingkungan atau masa dan sumber hukum yang dipergunakan.
Berikut adalah fiqh dari keempat madzab :
a. Hal – hal yang membatalkan wudhu’
Wudhu adalah salah satu syarat yang harus dilakukan sebelum
melakukan sholat atau untuk mensucikan diri dari hadats. Namun disini
terjadi perbedaan pendapat diantara keempat Imam tentang hal – hal yang
membatalkan wudhu pada waktu tidur tersebut diantaranya :
1. Hanfiyah
berpendapat bahwa tidur itu tidak membatalkan wudhu’, tetapi cara orang
itu tidur yang perlu di perhatikan. Berikut adalah tidur yang
membatalkan wudhu’ :
a) Ia tidur dengan berbaring miring
b) Ia tidur terlentang di atas punggungnya
c) Ia tidur di atas salah satu pangkal pahanya
Hanafiyah mengiyaskan bahwa tidur seperti di atas itu batal dikarenakan
persendiannya lunak, tidak dapat mengontrol apakah dia buang angin atau
tidak. Mereka mengatakan bahwa wudhu seseorang tidak akan batal jika
tidur dengan duduk tegak tidak bergeser dari tempat duduknya, sejak dia
tidur sampai terjaga. Mereka yakin bahwa persendiannya tidak akan
bergeser dan tidak buang angin.
2. Malikiyah
berpendapat, bahwa tidur itu dapat membatalkan wudhu’, apabila
seseorang tidur nyenyak baik sebentar maupun lama, baik itu dalam
keadaan duduk, berbaring atau sujud. Wudhu’ tidak batal apabila
seseorang tidur tidak nyenyak. Tidur yang nyenyak itu, apabila seseorang
tidak lagi mendengar suara disekelilingnya. Namun meskipun tidur tidak
nyenyak dalam wwaktu lama, disunnahkan untuk wudhu’.
3. Syafi’iyah
berpendapat bahwa wudhu seseorag menjadi batal apabila orang itu tidak
mantap duduk di tempatnya. Apabila duduknya mantap, tidak bergeser dan
tidak renggang, maka wudhu’nya tidak batal. Menurutnya wudhu’ seseorang
tidak batal apabila hanya sekedar mengantuk dan masih dapat mendengar
suara dsekelilingnya meskipun tidak memahami sempurna.
4. Hanabilah berpendapat bahwa wudhu’ seseorang tetap batal, apabila tidur dalam keadaan bagaimana pun .
b. Hukum membaca fatihah dalam sholat
1. Imam
Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat makmum wajib membaca Fatihah di
belakang imam. Ubaadah berkata : “Sesungguhnya Rosulullah bersabda :
“Tidak (sah shalat seseorang yang tidak membaca Al – Fatihah di belakang imam.( HR. Baihaqy )
2. Imam Malik berpendapat bahwa makmum wajib membaca fatihah pada sholat sir dan tidak wajib pada sholat jahar.
3. Imam
Hanafi menyatakan, bahwa makmum tidak perlu membaca Fatihah ( surat
atau ayat ), secara mutlak. Beliau berpegang teguh pada ayat 204 Al –
A’raaf.
Yang artinya :
“orang yang ada baginya imam, maka bacaan imam sebagai bacaannya ( HR. Ibnu Abi Shaibah Ahmad dan Dara Quthny )-->
DAFTAR PUSTAKA
Asy – Syak’ah. Dr. Mustofah, Islam Tidak Bermadzab. Gema Insani. Jakarta : 1994
Abdullah, Muhammad Husain. Studi Dasar – Dasar pemikiran Islam. Daar al – Bayariq. 1990.
Alwi, H. M. Basori. Ahlussunnah – Syiaah dan Bermadzab. Pesantren Ilmu Al – Qur’an. Singosari Malang :1996.
Hasan, M. Ali. Perbandingan Madzab Fiqh. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta : 1997.
0 komentar:
Posting Komentar